expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 26 November 2010

Tulisan contoh kasus dalam GCG tentang: GCG BUKAN PANACEA

GCG BUKAN PANACEA - Koran Sindo 

Kehancuran jawara-jawara bisnis kelas wahid seperti Enron Corporation, Konsultan Arthur Anderson, Consesco, Global Crosing, WordCom, Tyco, Maxwell Comunication Corporation, MirorGroup Newspaper, Parmalat, HIH Insurance, One-Tell Ltd, Baring Future ataupun Paregrime yang terjadi pada awal dekade 2000 membuat dunia bisnis terperangah. Betapa tidak, perusahaan-perusahaan tersebut merupakan pebisnis terkemuka. Namun lebur dalam waktu sekejap. Apa penyebabnya? Sejumlah sumber berkesimpulan karena lemah didalam menerapkan good corporate governance (GCG). Siswanto Sutojo dan E. John Aldridge menjelaskan kelemahan tersebut tercermin dalam empat hal: (1) Lemahnya peranan Board of Directors (BoD) dalam mengendalikan pengelolaan perusahaan; (2) Semakin bebasnya manajemen perusahaan mengelola harta dan utang perusahaan dan mengambil keputusan-keputusan penting yang bersangkutan dengan kelangsungan hidup perusahaan; (3) Tidak transparan, akurat dan tepat waktunya penggunaan laporan perkembangan bisnis dan keuangan oleh BoD kepada pemegang saham dan kreditur; (4) Banyak kasus auditor mengaudit laporan keuangan perusahaan tidak bekerja dibawah pengawasan komite audit dan tidak bebas dari pengaruh manajemen senior perusahaan.
***

Berkaca dari fenomena yang terjadi, kalangan bisnis berbondong-bondong bergegas membenahi GCG. Tidak terkecuali dunia usaha di Tanah Air. Perusahaan-perusahaan BUMN, industri perbankan nasional, terlebih lagi korporasi-korporasi yang telah go public segera mengumandangkan GCG sebagai ‘kredo’ yang wajib dibumikan sehingga gencar dikampanyekan beberapa tahun terakhir. Namun jika kita mencermati secara lebih jernih segala sesuatunya maka ada hal yang sangat ‘janggal’. Apa itu? Mari kita teliti secara seksama! Tanda tanya besar terlontar. Mengapa keruntuhan raksasa-raksasa bisnis papan atas dapat terjadi di negara-negara yang tidak hanya memahami secara utuh akan keniscayaan GCG akan tetapi telah mengimplementasikanya dengan cara yang sebaik-baiknya. Menyitir ungkapan dari Djokosantoso Moeljono: Bagaimana mungkin audit disebuah sistem manajemen di negara yang semoderen, secanggih, dan se-good-corporate-governance Amerika (termasuk negara-negara maju lainya) dapat ‘kebobolan’?. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa ada ‘kejanggalan’ pada hasil kesimpulan yang menyatakan bahwa biang kerok penyebab kebangrutan perusahaan-perusahaan itu karena lemah dalam penerapan GCG. Untuk mempertegas duduk persoalan, mari kita angkat kasus Enron dan Konsultan Arthur Anderson. Semua mahfum bahwa Enron tergolong pebisnis yang ‘the best’, Bahkan Konsultan Arthur Anderson merupakan ‘suhu’ GCG yang mengajarkan ilmu ini kepada banyak sekali klien di manca negara. Dapat kita cermati pula bahwa Enron merupakan perusahaan raksasa ke-7 dalam ukuran nilai pasar, terbesar dibidang energi dan perdagangan energi yang listed di NYSE; menguasai bisnis jaringan pipa di daratan Amerika hingga 34.000 miles. Sebelum kejatuhan, bisnis mereka berkembang pesat. Penjualan Enron pernah menembus US$ 100 milyar dengan jumlah karyawan mencapai 20.000.  Sementara Konsultan Arthur Anderson pernah berjaya sebagai the big five konsultan yang sangat ulung, binis mereka merambah keseluruh pelosok dunia. Perusahaan ini bukan konsultan sembarangan. Apa arti semua ini? Enron dan Konsultan Arthur Anderson paham betul keutamaan GCG. Logika sederhananya adalah bagaimana mungkin Enron dapat listed di NYSE kalau tidak melaksanakan GCG. Bukankan Negeri Paman Sam merupakan negara yang sangat ketat mewajibkan pelaksanaan GCG?, terlebih lagi bagi perusahaan publik. Kemudian bagaimana mungkin Konsultan Arthur Anderson dapat berjaya menjadi konsultan kalau mereka ‘pikun’ tidak mengerti GCG? Lalu, dimana letak kesalahnya? Mengapa kesimpulan banyak kalangan menyatakan bahwa semua perusahaan-perusahaan terbaik tersebut lemah didalam menerapkan GCG?.
****
Sesungguhnya, mereka bukan lemah menerapkan GCG. Akan tetapi ogah melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik. Karenanya sangat cocok bila dikatakan bahwa mereka miskin integritas. Lebih tepatnya lagi adalah karena orang-orang kunci yang memegang tampuk kuasa perusahaan kering integritas. Terbukti dari hasil analisis Jill dan Aris Solomon yang menyatakan bahwa penyebab utama kejatuhan Enron berawal dari watak korup para anggota BoD. Selama masa jabatannya orang-orang dalam BoD melakukan berbagai macam kecurangan (fraudulents) demi kepentingan diri mereka sendiri. Chief Financial Officer dan Cheift Executive Officer Enron menciptakan pos-pos laporan keuangan yang tidak diungkapkan secara transparan, tidak tepat waktu dan tidak akurat. Korupsi dan kolusi dimulai dari pucuk pimpinan. Sehingga tak pelak lagi praktik-praktik kotor merambah hingga ke level bawah. BoD Enron memanipulasi pos-pos neraca dan perkiraan laba/rugi dengan mengelembungkan jumlah keuntungan perusahaan. Sementara pada waktu yang bersamaan Konsultan Arthur Anderson sebagai external auditor dan konsultan manajemen Enron ‘tidak’ berhasil melaporkan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Menurut Stuart L. Gilian dan John Martin hal ini disebabkan karena Konsultan Arthur Anderson menerima consulting fees yang sangat fantastis sehingga bersedia melakukan kompromi terhadap temuan auditnya. Oleh karenanya mudah dipahami jika putaran roda usaha mereka berubah menjadi binal dan liar seperti tampak dari perilaku mereka yang berbisnis secara hanky-pangky melecehkan GCG. Tidak peduli (di negara-negara maju) GCG merupakan sebuah imperatif lengkap dengan code of conduct dan segenap perangkatnya. Begitu ironis, masih juga terjadi pelanggaran besar-besaran terhadap GCG. Sehingga Djokosantoso Moeljono sampai pada premis bahwa ada sesuatu yang ‘lebih dalam dari GCG’ yang dijabarkan sebagai berikut: (1) Organisasi hidup untuk mengkreasikan nilai bagi lingkungannya. Jika organisasi tidak mampu lagi memberikan nilai tersebut, ia akan hilang atau mati, atau pindah dan berganti menjadi organisasi lain; (2) Untuk dapat mengkreasikan nilai organisasi perlu dimanajemeni. Artinya organisasi perlu manajemen untuk membuatnya mampu mengkreasikan nilai dengan efisien. Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien. Diperlukan, instrumen baru: GCG; (3) Jadi diperlukan GCG untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Namun, organisasi digerakkan manusia-manusia. GCG berjalan jika SDM secara internal mempunyai value atau sistem nilai yang mendorong mereka untuk menerima, mendukung dan melaksanakan GCG. Sistem nilai yang ada pada individu-individu tumbuh di dalam perusahaan dan digunakan sebagai sistem perekat yang dikenal sebagai corporate culture. Dengan demikian good corporate culture merupakan inti dari GCG dimana GCG berperan untuk memastikan atau menjamin bahwa manajemen dilaksanakan dengan baik. Manajemen yang baik akan mengembangkan organisasi. Untuk mencapai keberhasilan organisasi perusahaan, diperlukan rumusan akan tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan sebenarnya digerakan oleh value dari korporasi, baik dalam bentuk muatan maupun cara. Jadi kesimpulannya adalah ’sesuatu yang lebih dalam lagi’ itu tidak lain integritas insan-insan perusahaan yang terlahir dari ’rahim’ good corporate culture. Contoh kasus yang terjadi pada bisnis perbankan dan perdagangan internasional berikut membuktikan argumen ini valid. Saul Daniel Rumeser menyatakan bahwa ada sederet risiko yang mengancam eksportir, importir maupun bank yang berbisnis di sektor perdagangan internasional dengan memanfaatkan medium Leter of Credit (LC). Semua risiko tersebut dapat dimitigasi -setidaknya bisa dieliminir- kecuali melibatkan orang dalam disuatu bank atau perusahaan; maka bablas semua. Fraud niscaya terjadi, secanggih apapun GCG yang  dibangun. Kasus L/C Bank BNI yang ramai di ’gunjing’kan beberapa waktu lalu merupakan contoh nyata. Padahal –sebagaimana yang diungkapkan oleh Sutan Remy Sjahdeini- sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C Bank BNI sudah baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun. Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup apabila budaya kerja SDM bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik. Bank tetap bobol. 
*****

Menurut pendapat saya pribadi : 

GCG adalah penting untuk dilaksanakan oleh para pebisnis, namun pada kenyataannya GCG tidak lebih dari sekedar bangunan yang tampak mewah nan megah namun sangat rapuh jika tidak ditopang dengan integritas insan-insan yang menjalankannya dari buah good corporate culture yang dibangun suatu perusahaan. Sehingga bangunan yang mewah nan megah itu tidak akan ada gunanya bahkan mengancam keselamatan dan nyawa pemilik serta siapapun yang berada disekitarnya karena segera akan roboh –tunggu waktunya saja- karena tidak dikukuhkan dengan fondasi yang kokoh. Namun saya yakin jika para pebisnis dan para petinggi negeri ini dapat menjalankan GCG dengan baik maka tidak mustahil negara ini akan maju dan perekonomian dapat bangkit dan tidak bobrok seperti saat ini.


Selasa, 23 November 2010

Tugas Softskill Etika Profesi Akuntansi-Etika Dalam Auditing

ETIKA DALAM AUDITING (INDEPEDENSI,TANGGUNGJAWAB AUDITOR,KAP)
Suatu ciri khusus dari para profesional adalah kesediaan mereka untuk menerima seperangkat prinsip-prinsip profesional dan prinsip-prinsip etika serta mengikuti prinsip-prinsip ini dalam segala urusan keseharian mereka, para profesional menghendaki untuk menimbang secara berhati-hati, implikasi dari aksi-aksi alternatif dan mengatur diri mereka sendiri dalam sebuah kebiasaan yang tidak hanya sesuai dengan peraturan tetapi juga layak.

TREND-TREND ETIKA DALAM MASYARAKAT KITA

Kode etik yang dijalankan oleh profesional sangat dinilai tinggi dalam masyarakat kita. Kode aturan, kode etika, dan aturan hukum melengkapi keluasan bukti dari nilai-nilai tersebut.

KONSEP UMUM ETIKA

Definisi etika sebagaiamana yang ditemukan dalam American Iteritage Dictionary adalah suatu studi tentang pembawa umum dari moral dan adari pilihan-pilihan moral yang spesifik yang dibuat oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.

Hal yang pertama standar-standar etika pribadi menghendaki adanya suatu berkomitmen etika yaitu suatu keteguhan hati untuk bertindak sesuai etika. Selanjutnya kita harus memiliki suatu kemampuan untuk mengamati implikasi-implikasi etika dari sebuah situasi.

MODEL UMUM UNTUK MEMBUAT KEPUTUSAN BERETIKA

Berikut adalah model yang digunakan oleh seorang CPA dalam pekerjaan mereka:
1. Mengumpulkan /mengidentifikasi semua fakta-fakta yang relevan tentang situasi yang menimbulkan isu etika dan membuat suatu kebutuhan untuk suatu keputusan beretika.
2. Memikirkan individu-individu/kelompok-kelompok yang akan terkena dampaknya.
3. Memikirkan akibat-akibat alternatif dai suatu tindakan.
4. Memikirkan hasil-hasil yang mungkin sebagai konsekuensi yang diakibatkan tindakan tersebut.
5. Membandingkan akibat-akibat tindakan tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan etika yang timbul.
6. Memilih suatu alur aksi diantara alternatif-alternatif tersebut.

KODE ETIKA PROFESIONAL DALAM PROFESI AKUNTAN
Kode ini menjelma dalam kode etik profesional AKDA, ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan oleh CPA kepada publik:

1. CPA harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif.
2. CPA harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya.
3. CPA harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.

PRINSIP-PRINSIP KODE ETIKA PERILAKU PROFESIONAL
Prinsip-prinsip aturan perilaku profesional mengandung 7 cakupan umum.

1. Suatu pernyataan dari maksud prinsip-prinsip tersebut.

Banyak dari kode etik AICPA yang dapat dilanggar tanpa harus melanggar hukum/peraturan. Alasan utama dari kode etik ini adalah menyemangati anggotanya untuk melatih disiplin diri di dalam/di luar hukum/peraturan.

2. Tanggung jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional CPA harus menggunakan pertimbangan profesional dan moral yang sensitif dalam semua aktifitasnya. Sebagaimana disebutkan dalam bab I, CPA/akuntan publik melaksanakan suatu peran penting di masyarakat. Mereka bertanggung jawab, bekerja sama satu sama lain untuk mengembangkan metode akuntansi dan pelaporan, memelihara kepercayaan publik, dan melaksanakan tanggung jawab profesi bagi sendiri.

3. Kepentingan publik

CPA wajib memberikan pelayanannya bagi kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen serta profesionalisme. Salah satu tanda yang membedakan profesi adalah penerimaan tanggung jawabnya kepada publik. CPA diandalkan oleh banyak unsur masyarakat, termasuk klien, kreditor, pemerintah, pegawai, investor, dan komunitas bisnis serta keuangan. Kelompok ini mengandalkan obyektifitas dan integritas CPA untuk memelihara fungsi perdagangan yang tertib.

4. Integritas

Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, CPA harus melaksanakan semua tanggung jawab profesionalnya dengan integritas tertinggi. Perbedaan karakteristik lainnya dari suatu profesi adalah pengakuan anggotanya akan kebutuhan memiliki integritas. Integritas menurut CPA bertindak jujur dan terus terang meskipun dihambat kerahasiaan klien. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi. Integritas dapat mengakomodasi kesalahan akibat kurang berhati-hati dan perbedaan pendapat yang jujur, akan tetapi, integritas tidak dapat mengakomodasi kecurangan/pelanggaran prinsip.

5. Obyektifitas dan independensi

Seorang CPA harus mempertahankan obyektifitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawab profesional. Seorang CPA dalam praktek publik harus independent dalam kenyataan dan dalam penampilan ketika memberikan jasa auditing dan jasa atestasi lainnya. Prinsip obyektifitas menuntut seorang CPA untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas dari konflik kepentingan. Independensi menghindarkan diri dari hubungan yang bisa merusak obyektifitas seorang CPA dalam melakukan jasa atestasi.

6. Kemahiran

Seorang CPA harus melakukan standar teknis dan etis profesi, terus berjuang meningkatkan kompetensi mutu pelayanan, serta melaksanakan tanggung jawab profesional dengan sebaik- baiknya. Prinsip kemahiran (due care) menuntut CPA untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya. CPA akan memperoleh kompetensi melalui pendidikan dan pengalaman dimulai dengan menguasai ilmu yang disyaratkan bagi seorang CPA. Kompetensi juga menuntut CPA untuk terus belajar di sepanjang karirnya.

7. Lingkup dan sifat jasa

Seorang CPA yang berpraktik publik harus mempelajari prinsip kode etik perilaku profesional dalam menentukan lingkup dan sifat jasa yang akan diberikan. Dalam menentukan apakah dia akan melaksanakan atau tidak suatu jasa, anggota AICPA yang berpraktik publik harus mempertimbangkan apakah jasa seperti itu konsisten dengan setiap prinsip perilaku profesional CPA.

PERATURAN PERILAKU PROFESIONAL

Peraturan perilaku profesional lebih spesifik karena menunjukkan aksi dan hubungan CPA, dan jika CPA tidak menaati/melanggar kode etik peraturan ini mengakibatkan sanksi dari AICPA.

BAGIAN 100-PERATURAN 101. INDEPENDENSI

Peraturan 101 mengenai independensi menyatakan “seorang CPA yang berpraktik publik harus independen dalam memberikan jasa profesional sebagaimana disyaratkan oleh standar resmi yang dikeluarkan oleh dewan.” Sebagaimana telah dibahas bab I, tidak peduli bagaimana kompetennya seorang CPA, pendapat CPA atas laporan keuangan akan berkurang nilainya bagi para pemakai kecuali CPA mempertahankan independensi. Peraturan 101 memasyaratkan independensi, telaah dan penugasan atestasi lainnya.

HUBUNGAN KEUANGAN-KEPENTINGAN KEUANGAN TIDAK LANGSUNG

Kepentingan keuangan tidak langsung yang material dapat mengurangi independensi. Kepentingan seorang CPA dapat mengurangi independensi jika memiliki kepentingan keuangan dalam suatu kesatuan yang memiliki suatu kepentingan keuangan terhadap klien audit.

HUBUNGAN KEUANGAN PINJAMAN DARI KLIEN AUDIT

Peraturan mengenai independensi melarang pinjaman ke/dari klien audit, akan tetapi pinjaman dari lembaga keuangan adalah dimaklumi dalam situasi tertentu jika pinjaman dibuat menurut persyaratan pinjaman normal.

HUBUNGAN KEUANGAN-TUNTUTAN HUKUM KLIEN

Independensi dapat berkurang jika seorang klien audit memulai atau berniat untuk mengajukan
tuntutan hukum terhadap kinerja audit CPA. Terdapat 2 ciri penting tentang audit:
1. Klien aaudit harus bersedia untuk mengungkapkan seluruh aspek dari operasi bisnis kepada auditor.
2. Sebaliknya, auditor harus obyektif dalam penilaian tearhadap hasil laporan keuangan.

HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-POSISI DENGAN KLIEN

Umumnya auditor akan independen jika mereka dihubungkan dengan audit klien sebagai karyawan, pegawai, direktur atau posisi yang sama selama periode penugasan profesional mereka atau pada waktu mengungkapkan suatu opini. Anggota dapat dihubungkan dengan laporan keuangan dari organisasi amal, keagamaan, atau yang memikirkan kepentingan umum jika mereka hanya direktur atau trustee (wali) honorer dari organisasi tersebut.

HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-JASA AKUNTANSI UNTUK AUDIT KLIEN

Di bawah kondisi tertentu auditor dapat memberikan jasa auditing dan pembukuan untuk klien yang sama. Satu alasan untuk membolehkan hubungan tersebut adalah bahwa auditor menilai kewajaran dari hasil keputusan operasi manajemen bukan kebijaksanaan dari keputusan. Syarat- syaratnya:

1. Klien harus menerima tanggung jawab atas laporan keuangan. Ketika diperlukan, auditor harus membantu kliennya untuk memahami masalah-masalah akuntansi secukupnya agar klien dapat menjalankan tanggnug jawabnya..

2. Auditor tidak boleh menjadi pegawai/manajemen. Ini berarti bahwa sebaiknya auditor tidak memberi kuasa atas transaksi, pemeliharaan atas harta klien atau kuasa penugasan pada kepentingan klien.
3. Ketika laporan keuangan disiapkan dari buku dan catatan yang dikelola oleh auditor, auditor tersebut harus menaati standar audit yang berlaku umum.




HUBUNGAN MANAJERIAL ATAU KARYAWAN-INDEPENDENSI AUDITOR DAN JASA KONSULTASI
MANAJEMEN

Seorang CPA tidak akan kehilangan independensinya saat melakukan jasa konsultasi manajemen untuk klien audit karena konsultasi manajemen tidak meliputi suatu pendapat tentang kewjaran dari suatu laporan keuangan.

SUMBER : www.scribd.com

Analisis Saya Pribadi : Salah satu etika dalam akuntansi adalah etika dalam mengaudit bagi para auditor. Dalam hal ini standar etika auditing dibuat jg oleh IAI sebagai lembaga akuntansi di Indonesia. Hal ini sangat penting bagi auditor dalam menjalankan profesinya agar tidak salah dalam memberikan pendapat audit, selain itu juga sangat penting bagi perusahaan untuk menjaga asetnya dan memperbaiki kinerja karyawannya dalam hal ini adalah audit manajemen.

Senin, 22 November 2010

Tugas Softskill Etika Profesi Akuntansi - Etika Dalam Akuntansi

PERILAKU ETIKA DALAM AKUNTANSI :
APA YANG DIMAKSUD DENGAN ETIKA?
Seperempat abad yang lalu terlihat peningkatan kewaspadaan akan pentingnya etik dan moral dalm segala hal dan alikasi dari prinsip etika dalam bisnis dan tentunya akuntansi yang berada di dalamnya. Namun, apa yang dimaksud? Bagaimana mengaplikasikannya serta mengakui bisnis secara umum dan akuntansi secara khusus.
Dalam hal ini, kita akan membahas kesadaran akan etik dan moral serta bermacam-macam dimensi. Dari sini, kita dapat memahami kapan harus mengerjakan tugas akuntansi dan profesi akuntansi.
Moral dan etik adlaah dua hal yang berbeda, “Webster’s Collegiate Dictionary” memberikan empat dasar pengertian dari kata etik, yaitu:
1. Berhubungan dengan mana yang baik dan buruk dengan kewajiban moral dan obligasi
2. Serangkaian prinsip moral dan nilai
3. Teori atau sistem dari hal moral
4. Prinsip dari perilaku individu atau golongan
Etik terfokus pada benar atau salah, baik atau buruk serta serangkaian pendapat prinsip seseorang atau golongan atau disebut tentang ilmu prinsip etika. Maksud dari disiplin adalah analisis, evaluasi perilaku seseorang “assisted suicide”. “assisted suicide” adalah analisis dan alasan apa yang dapat mendukung dari atas apa yang telah dilakukan (evaluasi).
• ETIK : INISIATIF INTELEKTUAL
Setiap orang memiliki serangkaian etika dari kepercayaan atau prinsip etika. Dan setiap kepercayaan etika terdiri dari dua elemen yaitu, subjek dan predikat. Subjek mewakili tentang apa yang dipercaya “salah” adalah predikat etika. Predikat etika adalah apa yang dikatakan atau dilakukan oleh subjek.
Ekspresi dari kepercayaan yang kita anut, “cooking the books is wrong”, “cookingthe books” adalah perilaku, atau kadang sistem atau institusi.
• PERILAKU
• Perilaku manusia adlah subjek utama dari ekspresi dari kepercayaan etika dari perilaku manusia tersebut. Dari sini kita dapat mengambil sikap atau aktivitas yang dengan sengaja dilakukan. Bagaimnapaun, tidak semua perilaku yang sengaja dilakukan oleh manusia memiliki nilai etika. Perilaku yang dengan sengaja dilakukan kita desain seperti “etika” atau “tidak beretika”, selayaknya perilaku yang menguntungkan atau merugikan orang lain atau diri sendiri secara positif atau diri sendiri secara positif atau negatif dalam keputusan atau jalan hidup yang berdampak serius.

• Perilaku sosial, institusi dan system
Perilaku manusia bukan hanya satu-satunya subjek dalam etik. Disamping perilaku, mengevaluasi etik perilaku sosial, organisasi, institusi dan sistem dari segi sosial, politik serta ekonomi. Etik juga mengevaluasi organisasi, institusi dan sistem. Intinya, etik dapat mengevaluasi perilaku dan sikap atau sistem baik dari individu maupun golongan.
MENGAPA MEMELAJARI ETIKA?
Mengapa kita harus memelajari etika?
Pertama, beberapa kepercayaan moral mungkin tidak sesuai karena mereka memiliki kepercayaan yang sederhana tenatang isu yang kompleks.
Kedua, dalam beberapa situasi, karena adanya konflik prinsip etika, mungkin akan sulit untuk menentukan paa yang akan dilakukan. Maka etik dapat memberikan pemahaman lebih dalam tentang hal tersebut.
Ketiga, seseorang mungkin memiliki atau memegang kepercayaan yang tidak sesuai atau nilai etik yang melekat namun tidak sesuai.
• Perilaku tidak etis
adalah tindakan yang berbeda dengan tindakan yang mereka percayai yang merupakan tindakan tepat dilakukan dalam situasi tertentu

Kode Etik Profesi AICPA (American Institute of Certified Public Accountants)
1. Standar umum perilaku yang ideal dan menjadi khusus tentang perilaku yang harus dilakukan . Terdiri dari empat bagian:
• Prinsip etika profesi
• Peraturan etika
• Interpretasi atas peraturan etika
• Kaidah etika
2. Disusun berdasarkan urutan makin spesifiknya standar tersebut.

• Prinsip Etika Profesi
Membahas prinsip etika profesi yang berisi diskusi umum tentang beberapa syarat karakteristik tertentu sebagai akuntan publik
 Terdiri dari dua bagian utama :
- Enam prinsip etika
- Diskusi keenam prinsip
à Lima prinsip pertama diterapkan secara sama rata kepada seluruh anggota, kecuali Prinsip Obyektivitas dan Independensi hanya berlaku bagi yang bekerja bagi publik (jasa atestasi/jasa audit)

à Satu prinsip terakhir, Lingkup dan Sifat Jasa, hanya diterapkan bagi anggota yang bekerja pada publik

• Peraturan Etika
Melibatkan peraturan eksplisit yang harus dipatuhi oleh semua akuntan publik dalam berpraktek. Perbedaan antara standar etika dalam Prinsip dengan standar etika dalam Peraturan Etika:
• Interpretasi Peraturan Etika
Peraturan yang spesifik yang secara formal tidak harus dipatuhi, tetapi penyimpangan dari interpretasi ini akan menimbulkan kesulitan
• Kaidah Etika
Rangkaian penjelasan oleh komite eksekutif pada divisi etika professional tentang situasi spesifik yang nyata (specific factual circumtances)

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia

Etika profesional dikeluarkan oleh organisasi untuk mengatur perilaku anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya bagi masyarakat. Etika profesional bagi praktek akuntan di Indonesia disebut dengan istilah kode etik dan dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia sebagai organisasi profesi akuntan.

Rerangka Kode Etik Akuntan Indonesia

Kode Etik IAI ada 4 bagian :
1. Prinsip Etika
2. Aturan Etika
3. Interpretasi Aturan Etika
4. Tanya Jawab

Analisis Pribadi : Dalam akuntansi ada yang disebut dengan perilaku tidak etis, contohnya saja auditor yang salah dalam menyampaikan laporan audit dikarenakan auditor tersebut tidak kompeten dalam bidangnya. Perilaku tersebut merupakan salah satu contah perilaku tidak etis dalam akuntansi, untuk itu dibutuhkanlah standar kode etik untuk para pelaku akuntansi. Dan IAI sebagai lembaga akuntansi harus dapat membuat kode etik yang harus dilakukan oleh para pelaku akuntansi.

Sumber :
http://dhanialfitra.wordpress.com/2009/07/02/perilaku-etika-dalam-akuntansi-apa-yang-dimaksud-dengan-etik/

Tugas Softskill Etika Profesi Akuntansi - Etika Bisnis

ETIKA BISNIS

Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi dan bisnis.
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan ekonomis merupakan suatu bidang perilaku manusia yang penting.
Apa yang diharapkan dan mengapa kita mempelajari Etika Bisnis?
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai, yaitu :
1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya demensi etis dalam bisnis.
Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada, meningkatkan bila kesadaran itu sudah
ada, tapi masih lemah dan ragu.
Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan bahwa etika merupakan
segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan bisnis, serta membantu
pebisnis/calon pebisnis dalam menyusun argumentasi moral yang tepat.
Dalam etika sebagai ilmu, bukan Baja penting adanya norma-norma moral, tidak kalah penting adalah alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pebisnis/calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral yang tepat didalam profesinya
(kelak).
Hal ketiga ini memunculkan pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi berikut, yaitu disatu pihak, harus dikatakan : etika mengikat tetapi tidak memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila studi etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar.

Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu : dari sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.

1.Sudut pandang ekonomis.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak, tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis, good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas etis.

2.Sudut pandang moral.
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan, bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.

3. Sudut pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan "Hukum" Hukum Dagang atau Hukum Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi pelanggaran. Bahkan pada zaman kekaisaran Roma, ada pepatah terkenal : "Quid leges sine
moribus" yang artinya : "apa artinya undang-undang kalau tidak disertai moralitas "
Lalu apa tolok ukur bahwa bisnis itu baik menurut tiga sudut pandang tadi?
Untuk sudut pandang ekonomis, jawaban pertanyaan ini lebih mudah, yaitu bila bisnis memberikan profit, dan hal ini akan jelas terbaca pada laporan rugi/laba perusahaan di akhir tahun. Dari sudut pandang hukum pun jelas, bahwa bisnis yang baik adalah yang diperbolehkan oleh sistem hukum yang berlaku. (penyelundupan adalah bisnis yang tidak baik).
Yang lebih sulit jawabnya adalah bila bisnis dilihat dari sudut pandang moral. Apa yang menjadi tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan bisnis.
Dari sudut pandang moral, setidaknya ada 3 tolok ukur yaitu : nurani, Kaidah Emas, penilaian umum.
1.Hati nurani:
Suatu perbuatan adalah baik, bila dilakukan susuai dengan hati nuraninya, dan perbuatan lain buruk bila dilakukan berlawanan dengan hati nuraninya. Kalau kita mengambil keputusan moral berdasarkan hati nurani, keputusan yang diambil "dihadapan Tuhan" dan kita sadar dengan tindakan tersebut memenuhi kehendak Tuhan.
2. Kaidah Emas :
Cara lebih obyektif untuk menilai baik buruknya perilaku moral adalah mengukurnya dengan Kaidah Emas (positif), yang berbunyi : "Hendaklah memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri ingin diperlakukan" Kenapa begitu? Tentunya kita menginginkan diperlakukan dengan baik. Kalau begitu yang saya akan berperilaku dengan baik (dari sudut pandang moral). Rumusan Kaidah Emas secara negatif : "Jangan perlakukan orang lain, apa yang Anda sendiri tidak ingin akan dilakukan terhadap diri Anda" Saya kurang konsisten dalam tingkah laku saya, bila saya melakukan sesuatu terhadap orang lain, yang saya tidak mau akan dilakukan terhadap diri saya. Kalau begitu, saya berperilaku dengan cara tidak baik (dari sudut pandang moral).
3. Penilaian Umum :
Cara ketiga dan barangkali paling ampuh untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku adalah menyerahkan kepada masyarakat umum untuk menilai. Cara ini bisa disebut juga audit sosial. Sebagaimana melalui audit dalam arti biasa sehat tidaknya keadaan finansial suatu perusahaan dipastikan, demikian juga kualitas etis suatu perbuatan ditentukan oleh penilaian masyarakat umum.
Apa itu etika bisnis?
Kata "etika" dan "etis" tidak selalu dipakai dalam arti yang sama dan karena itu pula "etika bisnis" bias berbeda artinya. Etika sebagai praksis berarti : nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan. Sedangkanetis, merupakansifat daritindakan yang sesuaidengan etika.

Peranan Etika dalam Bisnis :
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok yaitu:
1.Produk yang baik
2. Managemen yang baik
3. Memiliki Etika
Selama perusahaan memiliki produk yang berkualitas dan berguna untuk masyarakat disamping itu dikelola dengan manajemen yang tepat dibidang produksi, finansial, sumberdaya manusia dan lain-lain tetapi tidak mempunyai etika, maka kekurangan ini cepat atau lambat akan menjadi batu sandungan bagi perusahaan tsb. Bisnis merupakan suatu unsur mutlak perlu dalam masyarakat modern. Tetapi kalau merupakan fenomena sosial yang begitu hakiki, bisnis tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, termasuk juga aturan-aturan moral.
Mengapa bisnis harus berlaku etis ?
Tekanan kalimat ini ada pada kata "harus". Dengan kata lain, mengapa bisnis tidak bebas untuk berlaku etis atau tidak? Tentu saja secara faktual, telah berulang kali terjadi hal-hal yang tidak etis dalam kegiatan bisnis, dan hal ini tidak perlu disangkal, tetapi juga tidak perlu menjadi fokus perhatian kita. Pertanyaannya bukan tentang kenyataan faktual, melainkan tentang normativitas : seharusnya bagaimana dan apa yang menjadi dasar untuk keharusan itu.
Mengapa bisnis harus berlaku etis, sebetulnya sama dengan bertanya mengapa manusia pada umumnya harus berlaku etis. Bisnis disini hanya merupakan suatu bidang khusus dari kondisi manusia yang umum.
Jawabannya ada tiga yaitu :
• Tuhan melalui agama/kepercayaan yang dianut, diharapkan setiap pebisnis akan dibimbing oleh iman kepercayaannya, dan menjadi tugas agama mengajak para pemeluknya untuk tetap berpegang pada motivasi moral.
• Kontrak Sosial, umat manusia seolah-olah pernah mengadakan kontrak yang mewajibkan setiap anggotanya untuk berpegang pada norma-norma moral, dan kontrak ini mengikat kita sebagai manusia, sehingga tidak ada seorangpun yang bisa melepaskan diri daripadanya.
• Keutamaan, Menurut Plato dan Aristoteles, manusia harus melakukan yang baik, justru karena hal itu baik. Yang baik mempunyai nilai intrinsik, artinya, yang baik adalah baik karena dirinya sendiri. Keutamaan sebagai disposisi tetap untuk melakukan yang baik, adalah penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Manusia yang berlaku etis adalah baik begitu saja, baik secara menyeluruh, bukan menurut aspek tertentu saja.

KODE ETIK PERUSAHAAN
Kode Etik (Patrick Murphy) atau kadang-kadang disebut code of conduct atau code of ethical conduct ini, menyangkut kebijakan etis perusahaan berhubungan dengan kesulitan yang bisa timbul (mungkin pernah timbul dimasa lalu), seperti konflik kepentingan, hubungan dengan pesaing dan pemasok, menerima hadiah, sumbangan dan sebagainya.
Latar belakang pembuatan Kode Etik adalah sebagai cara ampuh untuk melembagakan etika dalam struktur dan kegiatan perusahaan. Bila Perusahaan memiliki Kode Etik sendiri, is mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memilikinya.
Manfaat Kode Etik Perusahaan :
1. Kode Etik dapat meningkatkan kredibilitas suatu perusahaan, karena etika telah dijadikan sebagai
corporate culture. Hal ini terutama penting bagi perusahaan besar yang karyawannya tidak semuanya
saling mengenal satu sama lainnya. Dengan adanya kode etik, secara intern semua karyawan terikat dengan standard etis yang sama, sehingga akan mefigambil kebijakan/keputusan yang sama terhadap kasus sejenis yang timbul.
2. Kode Etik, dapat membantu menghilangkan grey area (kawasan kelabu) dibidang etika. (penerimaan komisi, penggunaan tenaga kerja anak, kewajiban perusahaan dalam melindungi lingkungan hidup).
3. Kode etik menjelaskan bagaimana perusahaan menilai tanggung jawab sosialnya.
4. Kode Etik, menyediakan bagi perusahaan dan dunia bisnis pada umumnya, kemungkinan untuk mengatur diri sendiri (self regulation).

ETIKA BISNIS & PEDOMAN PERILAKU
Prinsip Dasar
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaanGCG perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan
dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai(values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan.Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah: Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.

Pedoman Pokok Pelaksanaan
A. Nilai-nilai Perusahaan
Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan, perlu dirumuskan visi dan misi perusahaan. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam merumuskannya perlu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan letak geografis dari masing-masing perusahaan.
Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur.
B. Etika Bisnis
Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan(stakeholders) .
Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan mendukung terciptanya budaya perusahaan. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati bersama dan dijabarkan lebih lanjut dalam
pedoman perilaku.
C. Pedoman Perilaku
Fungsi Pedoman Perilaku
Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua karyawan perusahaan; Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, dan pelaporan terhadap perilaku yang tidak etis.
Benturan Kepentingan
Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, angggota Dewan Komisaris dan Direksi, serta karyawan perusahaan; Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan
harus senantiasa mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan diatas kepentingan ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya; Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan jabatan untuk
kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-pihak lain;
Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta;
Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus mengeluarkan suaranya dalam RUPS sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang tidak mempunyai benturan kepentingan.
Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun tidak langsung, kepada pejabat Negara dan atau individu yang mewakili mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan; Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang menerima sesuatu untuk kepentingannya, baik langsung ataupun tidak langsung, dari mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan. Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan kepada partai politik atau seorang atau lebih calon anggota badan legislatif maupun eksekutif, hanya boleh dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Dalam batas kepatutan sebagaimana ditetapkan oleh perusahaan, donasi untuk amal dapat
dibenarkan; Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak memberikan sesuatu dan atau menerima sesuatu yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan.
Kepatuhan terhadap Peraturan
Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang undangan dan peraturan perusahaan; Dewan Komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan perusahaan melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan; Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal secara benar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kerahasiaan Informasi
Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, peraturan perusahaan dan kelaziman dalam dunia usaha;
Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan, termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan usaha dan pembelian kembali saham;
ANALISIS PRIBADI : Setiap pelaku bisnis sebaiknya harus mengetahui secara detail tentang moralitas dan etika dalam berbisnis, sama halnya dengan berhubungan dengan sesama manusia dibutuhkan etika dan moralitas agar tercipta hubungan yang baik dan saling menguntungkan, begitu juga dalam berbisnis, setiap individu diwajibkan untuk menerapkan etika dan moralitas dalam berbisnis.

Sumber :
http://www.scribd.com/doc/18575776/ETIKA-BISNIS
http://entrepreneur.gunadarma.ac.id/e-learning/materi/1-artikel/40-etika-bisnis.html

Tugas Softskill Etika Profesi Akuntansi - GCG

Apa itu GCG ?
Secara umum istilah governance lebih ditujukan untuk sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan, dalam arti lebih ditujukan pada tindakan yang dilakukan eksekutif perusahaan agar tidak merugikan para stakeholder. Good Corporate Governance memang menyangkut orang (moralitas), etika kerja, dan prinsip-prinsip kerja yang baik.
Ada empat model pengendalian perusahaan :
1. Simple financial model.
Ada konflik kepentingan antara pemilik dan manajer. Karena tidak memiliki saham, dikhawatirkan manajer akan banyak merugikan pemilik saham. Maka diperlukan kontrak insentif (misalnya hak pemilikan, bonus, dll), atau aturan-aturan yang melindungi kepentingan pemilik.
2. Stewardship model. Berbeda dengan model pertama, manajer dianggap steward, sehingga tidak terlalu perlu dikontrol. Ini bisa terjadi pada perusahaan keluarga, dimana direksi dikendalikan ketat oleh pemegang saham, sehingga diperlukan direktur yang independen.
3. Stakeholder model.
Perusahaan merupaka satu sistem dari stakeholder dalam suatu sistem masyarakat yang lebih luas. Suara stakeholder diakomodasi dalam struktur dewan direksi. Karyawan diusahakan bekerja seumur hidup.
4. Political model.
Pemerintah memiliki pengaruh besar, misalnya dalam mengatur jumlah maksimum kepemilikan saham, dll.
Pada prakteknya, GCG dilaksanakan dengan gabungan dari empat hal diatas. Tujuannya adalah bagaimana mengarahkan dan mengontrol perusahaan melalui distribusi hak/tanggungjawab semua pihak dalam perusahaan.


PRINSIP-PRINSIP GCG YANG BAIK
Transparancy
Penmgungkapan informasi merupakan hal penting, sehingga semua pihak berkepentingan tahu pasti apa yang telah dan bisa terjadi.
Laporan tahunan perusahaan harus memuat berbagai informasi yang diperlukan, demikian pula perusahaan go-public. Persyaratan untuk ini antara lain disusun oleh Komite Nasional Bagi Pengelolaan Perusahaan Yang Baik (KNPPB).
Fairness
GC yang baik mensyaratkan adanya perlindungan untuk hak minoritas. Perlakuan yang sama dan adil pada semua pemegang saham, melarang kecurangan insider trading, dll. KNPPB mensyaratkan minimal 20% direksi berasal dari luar yang tidak ada hubungan dengan pemegang saham dan direksi.
Accountability
Ada pengawasan yang efektif berdasarkan keseimbangan kekuasaan antara pemegang saham, komisaris, dan direksi. Ada pertanggung-jawaban dari komisaris dan direksi, serta ada perlindungan untuk karir karyawan. Perlu ditetapkan berapa kali rapat dalam kurun waktu tertentu, serta berbagai sistem pengawasan yang lain.
Responsibility
Perlu dipastikan adanya kepatuhan perusahaan pada peraturan dan undang-undang yang berlaku. Misalnya dalam PT terbuka perlu adanya sekretaris perusahaan.
Ada lagi yang menambahkan asas disiplin, independency, dan social-awareness, check and balance, dan social involvement.
Etika Kerja
GC lebih banyak mengatur komisaris dan direksi, namun prinsip-prinsip GC harus diangkat menjadi etika kerja perusahaan. Diperlukan penerapan prinsip-prinsip CG dalam perilaku kerja karyawan perusahaan. Sebagai contoh, inilah beberapa kode etik yang disusun oleh sebuah komite di luar negeri ;
Kewajiban karyawan pada perusahaan :
· Menghindari gangguan yang tidak masuk akal pada proses produksi.
· Menggunakan kemampuan dan mengembangkan potensi sebanyak mungkin, khususnya bila baru saja mendapat pelatihan.
· Tidak membocorkan rahasia perusahaan.
· Jujur dan melaporkan setiap tindakan yang membahayakan.
· Menghormati kontrak kerja.
· Tidak melakukan hal-hal yang merugikan pemegang saham.
Kewajiban karyawan pada manajer :
· Mendukung dan membantu untuk memenuhi kewajiban etis dan komersial.… dst
Kewajiban karyawan pada karyawan lain:
· Tidak melakukan tindakan yang salah pada karyawan lain,
· Tidak mengintimidasi karyawan lain
Kewajiban karyawan pada masyarakat luas :
· Memberikan perhatian pada kesehatan lingkungan
Good Corporate Governance dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan semua pihak yang berhubungan dengan perusahaan (stakeholders). Diharapkan hal ini akan segera bisa dirumuskan lebih lanjut dan diterapkan dalam perusahaan-perusahaan.
Memang masih banyak hal yang harus dipikirkan, antara lain :
Apakah bentuk akhir penerapan GCG ini hanya pengawasan yang lebih ketat? Apakah dampaknya pada inovasi dan kreativitas ? Apakah bentuknya bisa lebih diarahkan bersifat positif, bukan hanya larangan-larangan saja, dll dsb.
Diolah dari berbagai sumber, antara lain Warta BRI no. 04/XXV/2001 dan berbagai sumber lain.
Mengapa GCG bagi bank begitu penting?
Sumber: Bisnis Indonesia, Selasa, 21 Februari 2006
Pekan lalu Bisnis Indonesia menyelenggarakan diskusi ahli mengenai Aplikasi Good Corporate Governance (GCG) Perbankan, dengan narasumber Deputi Gubernur BI Siti Fadjrijah serta melibatkan 20 bankir dari bank BUMN, swasta maupun asing di Jakarta.Persoalan GCG di industri perbankan tetap menjadi masalah krusial yang harus diperhatikan setiap pemangku kepentingan yang terlibat dalam industri itu. Terkait dengan diskusi tersebut, berikut artikel ekonom Bisnis, Rofikoh Rokhim.

Barangkali masih banyak pihak yang menganggap bahwa good corporate governance (GCG) adalah euphoria karena seperti menjadi jargon saja paska krisis ekonomi 1997/1998.

Semua lembaga internasional, regional dan lokal, ramai-ramai mengusung tema GCG itu untuk menyoroti memburuknya kondisi ekonomi, sosial dan politik di negara berkembang, termasuk Indonesia. Tidak ketinggalan kalangan pebisnis dan akademik ramai membicarakannya.
Krisis ekonomi membuka borok praktik buruk perbankan. Krugman (1998) menyebutnya bahwa krisis ekonomi di Asia-termasuk Indonesia-tidak lebih karena praktik buruk perbankan. Hal itu terjadi karena liberalisasi perbankan yang tidak disertai sistem pengawasan dan rambu-rambu pengelola yang baik.
Di Indonesia, tidak lain adanya Pakto 88 yang membuat bank tumbuh dengan modal rendah (Rp10 miliar), bankir karbitan dengan pengalaman minim, serta tata kelola dan pengawasan yang buruk. Hal itu membuat sebagian besar perbankan Indonesia mengalami gangguan mendadak ketika krisis ekonomi tiba. Selain karena pengelolaan banknya sendiri yang jelek, memburuknya kinerja korporasi, yang menjadi pelanggan, juga turut semakin membuat perbankan dalam kondisi sulit.
Korporasi di Indonesia masih bertumpu pada kredit perbankan, ketika dunia usaha melesu, kemampuan pengembalian kredit korporasi melemah. Ujungnya, perbankan tidak dapat bergerak, kredit macet dan pembukukan kinerja negatif terjadi.

Akibatnya, GCG amat mendesak untuk direalisasikan. Mengapa? Indonesia adalah negara yang berbasis pada sistem keuangan perbankan seperti layaknya sistem keuangan di negara berkembang lainnya. Bank masih merupakan sumber pendanaan memfasilitasi kredit modal kerja dan investasi, terutama untuk perusahaan baru baik skala besar, menengah dan kecil, selain untuk kegiatan ekspansi industri. Intinya, bank merupakan salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi melalui pembiayaan yang diberikan (King dan Levine, 1993).
Oleh karena itu, dengan adanya pengelolaan perbankan yang baik melalui aplikasi GCG maka hal ini akan meningkatnya efisiensi perbankan dan selanjutnya pertumbuhan ekonomi mengingat perbankan mempunyai sumbangan besar dalam perekonomian (Levine 1997, 2004).
Jika perbankan efisien maka hal ini akan membawa dampak positif bagi peningkatan keuntungan bank, besaran dana intermediasi bank, membaiknya kualitas pelayanan kepada nasabah, mendorong kemanan operasional, kesehatan perbankan serta yang paling penting keuntungan kepada shareholder dan stakeholder (Berger, Hunter, dan Timme, 1993).

Mengingat begitu pentingnya perbankan dalan sistem keuangan suatu negara maka praktik perbankan yang benar sangat diharapkan melalui aplikasi GCG sesuai dengan standar internasional dan nasional, sangat mendesak dilakukan otoritas moneter maupun perbankan sendiri.

GCG bank unik
Penerapan GCG perbankan dianggap unik karena bank memiliki karakteristik yang berbeda dengan perusahaan keuangan jenis lain maupun perusahaan non-keuangan. Keunikan perbankan terutama bila dilihat dari neraca yaitu aset perbankan rata-rata adalah kredit yang sebagian besar bersifat jangka panjang, sedangkan sisi liabilities adalah tabungan dan deposito yang memiliki sifat jangka pendek.
Pengelolaan yang tidak hati-hati akan menyebabkan terjadinya mismatch antara aktiva dan pasiva. Terjadinya mismatch dapat menyebabkan pembukuan negatif bagi bank.

Khusus untuk pengelolaan kredit maka kredit yang disalurkan tanpa hati-hati akan memunculkan kualitas kredit yang buruk dan akan membawa masalah bagi kesehatan perbankan. Kredit yang buruk, terutama terjadi karena kurang kehati-hatian manajemen (direksi dan komisaris) dalam mengelolanya dan tidak tertutup kemungkinan karena campur tangan pemilik dalam penyaluran kredit kepada pihak terkait.
Penyaluran kredit kepada pihak terkait dapat bersifat positif jika keterkaitan itu meminimkan risiko dan sebaliknya akan bersifat negatif jika justru menambah risiko gagal bayar akibat terjadinya moral hazard. Ba-gaimanapun, GCG menjadi kental ketika ada persinggungan kepentingan antara pemilik dan manajemen.
Sementara itu, kredit yang buruk dapat disimpan secara akuntansi dalam neraca perbankan untuk periode lama-mengingat sifatnya jangka panjang-sehingga perbankan mengalami kecenderungan vulnerable.
Meredam masalah dalam pengelolaan perbankan yang vital bagi perekonomian itu, maka pengelolaan perbankan berdasarkan prinsip-prinsip GCG tidak dapat dielakkan lagi. Adapun prinsip-prinsip dasar GCG secara global adalah transparansi yang menyangkut keterbukaan informasi dan proses dalam peng-ambilan keputusan.

Akuntabilitas tentang kejelasan fungsi dan tanggung jawab agar pengelolaan bank efektif. Tanggung jawab dalam mematuhi perundang-undangan dan prinsip pengelolaan sehat. Independensi pengelo-laan yang profesional tanpa pengaruh atau tekanan dari pihak manapun. Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder.

Namun, perbankan adalah industri khusus sehingga pengejawantahan lima prinsip GCG itu perlu penafsiran yang tepat oleh Bank Indonesia maupun pelaku bisnis perbankan. Bank sentral tampak tidak tinggal diam dan telah menancapkan berbagai rambu-rambu tata kelola perbankan yang bagus dalam sebuah kerangka sistem yang dijadikan acuan dari segi struktur, mekanisme, dan output. Mereka menetapkan ukuran aplikasi GCG dengan melihat efektivitas fungsi komisaris, direksi, komite audit, kepatuhan, auditor, kecukupan nilai perusahaan dan rencana bisnis, perlakuan terhadap pihak terkait, penerapan transparansi kondisi keuangan dan kondisi non-keuangan.

Bank Indonesia mengeluarkan peraturan PBI 8/4/2006 untuk pelaksanaan GCG bagi bank umum guna meningkatkan compliance terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan nilai-nilai etika yang berlaku umum di industri perbankan. Bank Indonesia menyadari bahwa pengelolaan industri perbankan yang buruk menyusul adanya liberalisasi tanpa peraturan dan pengawasan ketat.

Kompleksitas kegiatan usaha perbankan yang melebar menyebabkan risiko perbankan meningkat sehingga aplikasi GCG mendesak dan tidak dapat ditawar lagi. Selain itu, praktik GCG di tataran internasional sudah menjadi keharusan, demikian pula di tataran nasional juga selayaknya menjadi keharusan.
GCG telah pula dikukuhkan dalam Arsitektur Perbankan Indonesia sebagai pilar keempat dengan landasan berpikir bahwa aplikasi GCG akan memperkuat kondisi internal perbankan nasional.

Layaknya polisi lalu lintas, otoritas perbankan telah menerapkan rambu-rambu GCG dan perbankan diharapkan mematuhinya agar tidak kecelakaan, baik karena perbankan menerabas peraturan atau justru pengawasan yang lalai dari otoritas.
Perbankan pun hendaknya tidak segan-segan memberikan masukan kepada otoritas tentang peraturan yang seharusnya dikeluarkan. Ada titik ekuilibrium kepentingan pihak terkait dan regulasi bukanlah menjadi paksaan tetapi keharusan. Masyarakat juga dapat mengawasi otoritas perbankan dan perbankan dalam penerapnya.
Ada baiknya GCG dijadikan budaya perusahaan maupun pemerintahan yang terintegrasi dalam keseharian karena inti dari GCG adalah moral dan etika yang dibarengi dengan perangkat hukum. Seperti penekanan Deputi Gubernur BI Siti Fadjrijah, pelaksanaan GCG adalah kebutuhan, bukan tekanan. GCG untuk semua insan bukan untuk segelintir institusi atau orang.

Analisis saya pribadi : Agar tidak terjadi krisis ekonomi dan untuk meningkatkan perekonomian disuatu negara sangat dibutuhkan Coorporate Governance yang baik. Karena konglomerat yang tidak baik dalam menjalankan usahanya dan pemerintah yang korup dapat menyebabkan buruknya perekonomian di suatu negara.



..WeLCome to My Space..

I want to wholeheartedly and sincerely in the acceptance of giving .. to provide the best for all people including those who hate me .. to respond to live wisely .. I started here ..